MOJOKERTO –PT Sunrise Steel yang menggelontorkan USD 50 juta untuk melipatkan kapasitas produksi menjadi 400 ribu ton per tahun. Sebelumnya, kapasitas produksi hanya 260 ribu ton per tahun.

Pabrik yang memproduksi continous galvalum itu diproyeksikan beroperasi pada semester pertama 2018. Baja yang dihasilkan akan digunakan untuk memenuhi permintaan dari sektor konstruksi, elektronik, dan otomotif.

 ’’Permintaan dari segmen konstruksi mencapai 95 persen dari total produksi. Sementara itu, kebutuhan bahan baku 60 persen dipasok PT Krakatau Steel,” kata Presiden Direktur Sunrise Steel Henry Setiawan di Mojokerto kemarin (15/9).

Penambahan kapasitas juga dilakukan PT Krakatau Steel. Produsen baja nasional tersebut menambah kapasitas produksi baja lembaran panas dari 2,4 juta ton menjadi 3,9 juta ton per tahun.

Bahkan, kapasitas produksi terus ditingkatkan menjadi sepuluh juta ton pada 2025.

’’Pada tahun itu, konsumsi baja nasional diperkirakan mencapai 20 juta ton. Karena itu, kami optimistis dapat menyerap pasar,” terang Dirut PT Krakatau Steel Tbk Sukandar.

Konsumsi baja domestik terdorong pertumbuhan sektor konstruksi. Terutama proyek-proyek infrastruktur, pembangunan satu juta rumah bersubsidi, melajunya industri otomotif dalam negeri, maupun elektronik.

Pasar baja domestik diyakini membaik setelah Tiongkok memangkas produksi baja. Selama beberapa tahun terakhir, 20–30 persen pasar baja domestik dipenuhi dengan impor dari Tiongkok.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawiryawan menyatakan, konsumsi baja nasional hingga Agustus lalu berkisar enam juta ton.

Sementara itu, penyerapan baja lokal mencapai 3–4 juta ton. Menurut Putu, pertumbuhan konsumsi industri baja domestik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan tingkat pertumbuhan yang diproyeksi di kisaran lima persen per tahun, industri baja lokal harus meningkatkan kapasitas produksi agar tidak bergantung pada impor.

’’Industri baja akan mendapat kemudahan. Jadi, semakin banyak yang berminat untuk investasi,” jelasnya.

Pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk industri baja domestik. Di antaranya, penurunan harga gas industri hingga USD 5 per MMBTU dan kewajiban pelaksana proyek-proyek yang didanai pemerintah memenuhi ketentuan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN).

Selain itu, pemerintah memperketat impor melalui penerapan bea masuk antidumping.

Berkat semua kebijakan tersebut, Ketua Komite Antidumping Indonesia (KADI) Ernawati memprediksi konsumsi baja dalam negeri hingga akhir tahun mencapai 15 juta ton. Di antara angka tersebut, industri baja lokal baru mampu memasok delapan juta ton. (vir/c5/noe/jos/jpnn)



from JPNN.COM http://ift.tt/2cSts6P

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top
.:tutup:.